Pendidikan Diniyah Takmiliyah

Madrasah diniyah takmiliyah, dulu dikenal dengan Sekolah Arab, dan juga Sekolah Sore. Madrasah diniyah takmiliyah adalah sebuah lembaga pendidikan yang secara yuridis formal terpisah dengan lembaga pendidikan formal. Penambahan kata takmiliyah sendiri meneguhkan madrasah diniyah sebagai penyempurna atau pelengkap pendidikan formal yang biasanya dijalankan di pagi hari, sedangkan madrasah diniyah takmiliyah di sore harinya.

Madrasah diniyah takmiliyah secara hukum dilindungi undang-undang yakni PP 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Keagamaan, PMA 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, dan Perpres 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, di samping kekuatan-kekuatan hukum (peraturan) di level daerah.

Meskipun demikian, juga terdapat madrasah diniyah formal, yakni madrasah diniyah disamping mengajarkan materi-materi keagamaan, juga memberikan tambahan mata pelajaran yang diujinasionalkan. Sehingga lulusan madrasah diniyah formal dapat memiliki ijazah formal seperti halnya alumni MI atau SD. Hanya saja, pendirian madrasah diniyah formal memberlakukan persyaratan yang sangat ketat, diantaranya harus berada di dalam pondok pesantren.

Madrasah diniyah takmiliyah memiliki 3 (tiga) jenjang, ula atau awwaliyah, wustho, dan ulya. Level ula atau awwaliyah (4-6 tahun) setingkat dengan siswa MI atau SD, sedangkan level wustho (3 tahun) setingkat dengan MTs atau SMP, dan level ulya (3 tahun) setingkat dengan SMA atau MA. Mata pelajaran yang diajarkan seperti Fiqh, Aqidah, Akhlak, al-Qur’an, Hadits, Sejarah Peradaban Islam (Tarikh), dan  Bahasa Arab. Biasanya terdapat muatan lokal seperti Ilmu Nahwu dan Sharaf. Keduanya berupa ilmu alat agar bisa mempelajari Bahasa Arab dengan lebih baik.

Bagaimana dengan sekolah umum atau sekolah negeri yang tidak memiliki madrasah diniyah? Atau siswanya tidak ada yang belajar di madrasah diniyah? Hal ini bisa dilakukan dengan mendirikan madrasah diniyah terintegrasi dengan sekolah.

Madrasah diniyah takmiliyah ini dapat diterapkan pada sekolah negeri maupun swasta di seluruh Indonesia. Hal ini sesuai dengan semangat gerakan revolusi mental,[7] juga merujuk kepada prinsip penguatan pendidikan karakter yakni; menyeluruh terpadu, keteladanan, dan pembiasaan sepanjang waktu. Pertimbangannya adalah, penguatan pendidikan karakter dilaksanakan berbasis 3 hal, berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat.

SD Plus Sabilur Rosyad memadukan pendidikan formal dengan nonformal sehingga selain mampu dalam iptek, setiap siswa akan memiliki keunggulan dalam bidang imtaq.